Minggu, 25 Maret 2012

Budidaya Jamur Kuping

 Jamur Kuping adalah jamur yang pertama kali dibudidayakan bahkan sebelum jamur Shiitake di Cina. Di Indonesia jamur Kuping sangat lumrah dikenal di kalangan masyarakat menengah ke bawah setelah jamur merang. Pada acara-acara pesta hajatan masakan sop (kimlo) sangat umum menggunakan jamur Kuping di dalamnya. 
Masyarakat tradisional masih sering mengambil jamur ini dari alam yang biasanya tumbuh pada batang-batang yang sudah lapuk. Kini jamur Kuping terutama jenis  A.polytricha sudah banyak dibudidayakan secara  modern dalam log-log serbuk kayu. Menurut data statistik, produksi segar jamur kuping (worldwide) menempati urutan keempat (346.000 ton) setelah Champignon, Tiram dan Shiitake pada tahun 1991 (Chang, 1993).  
Pada dasarnya cara budidaya jamur kuping  hampir sama dengan cara budidaya jamur Tiram dan Shiitake yakni dengan tahap-tahapan sbb : penyiapan substrat, pencampuran substrat, pengantongan (logging), sterilisasi, inokulasi bibit, inkubasi, pemeliharaan tubuh buah, dan panen. Yang berbeda mungkin komposisi substrat dan cara pemeliharaan tubuh buahnya yang memerlukan kondisi-kondisi fisik yang sedikit berbeda dibandingkan dengan jamur Tiram dan Shiitake, serta waktu panenan yang lebih singkat





Untuk menghindari kemubasiran cerita mengenai keterangan tahap-tahap pembudidayaan maka tidak akan disajikan lagi tahap-tahap secara detail seperti pada jamur Shiitake sebelumnya. Dalam bagian ini hanya akan dibahas hal-hal yang berbeda yang perlu diperhatikan dalam budidaya jamur Kuping secara spesifik. Rangkuman tahap-tahap pembudidayaan secara umum adalah sbb : 
       
Komposisi substrat. Berikut adalah dua  contoh komposisi substrat tanam untuk jamur 
Kuping yang sudah perna dicoba dan dilaporkan oleh beberapa peneliti. 

Formula A 
• Serbuk gergajian kayu  = 78% 
• Dedak   = 20% 
• Kapur (CaCO3)  =   1% 
• Sukrosa   =   1% 
• Air    = 70% 

Formula B
• Serbuk gergajian kayu  = 78% 
• Dedak   = 10% 
• Kapur (CaCO3)  =   1% 
• NPK (1:1:1)  = 0,5%  
• Air    = 70% 

Selanjutnya, hal yang sedikit berbeda dengan cara budidaya jamur Shiitake adalah pada tahap inkubasi miselium yang memerlukan suhu relatif lebih tinggi (±30oC) dibandingkan dengan Shiitake. Demikian juga waktu yang dibutuhkan untuk  menghasilkan tubuh buah dari mulai inokulasi log adalah lebih singkat yakni sekitar 50 hari. Selama pemeliharaan tidak terjadi tahap-tahap yang sperti pada Shiitake (lapisan tebal miselium permukaan, pembentukan  benjolan, pembentukan warna coklat (browning) dan pengerasan lapisan luar). Dalam hal pemeliharaan tubuh buah hampir mirip dengan pemeliharaan jamur Tiram. Sepanjang kelembaban udara dipertahankan tinggi (±85%) pada temperatur yang sesuai (24-27oC), kadar Oksigen yang cukup (tidak terasa susah bernafas di dalam ruangan) dan kadar cahaya   ±500 LUX, maka jamur Kuping akan dihasilkan dan berkembang normal dengan sendirinya. Dengan kata lain, budidaya jamur kuping lebih mudah dibandingkan dengan berbudidaya jamur Shitake.  Apabila tubuh buah sudah dihasilkan, maka waktu panen dapat dilakukan sampai dicapai ukuran tubuh buah yang masksimum.Berbeda halnya dengan jamur Tiram, tubuh buah jamur Kuping dapat bertahan relatif lebih lama pada log. Demikian juga pada saat Pemeliharaan  tubuh buah Panen melakukan panen, primordia yang masih kecil sebaiknya jangan ikut dipanen habis karena masih dapat berkembang lebih besar. Hal ini tidak boleh dilakukan pada jamur Tiram. Jamur Kuping akan kering dalam suhu kamar dengan catatan tidak dilakukan penyiraman pada saat panen. Meskipun demikian, pengeringan dengan sinar matahari tentunya akan lebih cepat. Setelah panen Jamur Kuping dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan 
jamur Tiram dan Shiitake. 

Tidak ada komentar: